Postingan

Idul Fitri, War Takjil, dan Berstrategi Keberagaman Kolektif Pluralisme

Gambar
  Dicek saja ya, orang yang minim toleransi dan suka naratif fitnah dhobos  pasti hidupnya sering dalam lingkungan yang homogen stuck yang begitu-begitu saja circle dramanya sehingga “gagap keberagaman dan pluralisme”. Realitasnya seorang bijak harus pemikiran terbuka dan berkomitmen mau menerima segala bentuk perbedaan pandangan di lingkungannya sebagai kekayaan. Kenapa? Karena keseragaman pikiran dan pemikiran adalah sungguh-sungguh memiskinkan kemanusiaan. Sama halnya dengan momentum Idul Fitri, War Takjil, dan berstrategi keberagaman kolektif pluralisme, bahwa seharusnya idul fitri dan mudik lebaran bisa menjadi wasilah kita menaikkan indeks kebahagiaan orang-orang dalam beragama, bukan malah saling caci, dengki dan saling benci. Peran agama memangnya penting? Sangat penting, bahkan peran agama jelas sangat sentral. Data dari Varkey Foundation saja yang berjudul “Generation Z: Global Citizen Survey, 2017” menunjukkan bahwa tak kurang dari 93% dari generasi Z (usia 15-21 tahun) di

Waton Suloyo, HB Politik Dhobos

Gambar
  Menulis di kala santai ya kebetulan ada roti dan teh hangat bikin moody untuk klik-klik nulis. Kebetulan ini hanya tulisan level daerah untuk mengisi waktu senggang. Ini menjadi penting manakala saya menjadi obyek-nya sehingga perlu belajar pola-pola berbahaya semacam ini agar tidak terulang, tegas katakan tidak, lebih waspada, dan cermat. Pada substansi ini k embali saya belajar tentang realitas olah puter-puter kata orang-orang Jawa, yang sentral pendidikan, sentral narasi, tapi sayang duh sayang jauh dari sentral aksi. Bungkus yang digunakan sosial budaya, namun tindakannya Politis. Semoga menjadi sebuah referensi belajar kita bersama. Manner karakter etnis kedaerahan yang positif perlu diambil, negatif merugikan orang lain segera dibuang jauh-jauh. Sehingga tidak bersembunyi dari kata-kata tanpa aksi.  Agar relevan dengan pembelajaran hari ini, saya buat klue pembuka sebagai berikut: "Seng jenenge alas iku ombo, opo meneh dhobos kui luweh ombo meneh, sak dulur karo jarkoni

Pemimpin Masa Depan

Gambar
  Saya setuju, usia terlalu ringkas dilewatkan tanpa melakukan perubahan. Seorang pemimpin itu menumbuhkan diri, memberikan contoh konkret, berkapasitas mensejahterakan umat, tidak takut dengan kompetisi, paham the art of war book of strategy,  tetap jernih dengan berpihak kepada yang kecil, dan tidak mudah menyerah dengan kemunafikan. Membangun keadilan harus obyektif, jangan mempertemukan hukum dengan transaksi sehingga hukum hanya tegak kepada yang bayar (industri hukum). Itulah penting tegasnya keberpihakan.  Ada pepatah China yang mengatakan bahwa "segala sesuatu akan menuju ke kebalikannya jika telah mencapai titik ekstrim, segala sesuatu yang berkembang sampai puncaknya pasti berbalik ke arah lawannya". Masyarakat kita sangat heterogen dengan negara kepulauan yang sangatlah luas. Kita membutuhkan pemimpin masa depan dengan jangkauan pikir, pengetahuan, keilmuan, aspek keagamaan, tradisi, budaya, kebangsaan dan aspek karya internasional lainnya yang komprehensif. Apakah

Otak Atik Gathuk Politik Sontoloyo

Gambar
  Menarik memang olah bahasa kode orang-orang Jawa. Ada sontoloyo, ada juga otak atik gathuk. Masyarakat Jawa seringkali tidak lugas dalam menyampaikan pesan. Simbolis dan kadang mblangkon di belakang (didepan bilang apa di belakang bilang beda), ketidaklugasan ini membuat hobi nggrutu tidak kunjung menemukan solusi aksi di lapangan. Hanya akhirnya cukup puas dengan istilah-istilah dan mengayem-ayem bahwa ia wajar tidak melakukan itu. Bahasa lain dari menghindari tugas dan kompetensi. Situasi-situasi ini akan tidak baik manakala dalam politik maupun pembangunan ekonomi bisnis menggunakan cara-cara konyol, tidak beres, cara-cara komunikasi tidak beradab, yang tidak beretika, yang tidak bertata karma, cara-cara adu domba digunakan, cara-cara yang memfitnah, memecah belah untuk menghalalkan kekuasaan. Ini layak disebut otak atik gathuk politik sontoloyo. Salam, Bahrul Fauzi Rosyidi,  Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Tulisan dilindungi hak cipta!

Bonus Demografi: Dimana Posisi NU, Santri, dan Masa Depan?

Gambar
  Dalam ranah NU, kita jangan sampai terjebak situasi karena kebanyakan menyesali peluang yang tidak kita ambil. Keinginan untuk kokoh secara kualitas sumber daya manusia, pendidikan, dan sosial ekonomi perlu dilandasi dengan tekad bulat, karya nyata, dan keberanian.  Saya melihat, bonus demografi hari ini perlu dimanfaatkan optimal dengan pembangunan kualitas SDM NU sebagai prioritas. Kolaborasi pemimpin antar bidang, lembaga, banom, bahkan sinergi lembaga internal eksternal perlu dibangun menyambut Target NU dan Santri Emas 2030 dan 2045.  Nama Partai Jumlah Populasi Nahdliyin Populasi Non-Nahdliyin Jumlah Populasi Pemilih Partai PKB 90,60% 9,40% 100% PDIP 59,20% 40,80% 100% NASDEM 55,80% 44,20% 100% PPP 79,50% 20,50% 100% GOLKAR 37,40% 62,60% 100% DEMOKRAT 52,00% 48,00% 100% PKS 11,70% 88,30% 100% PAN 5,10% 94,90% 100% GERINDRA 52,00% 48,00% 100% Panasnya aura 2024 dan terpecahnya tidak terkristalisasinya suara pemilih NU pada satu Parpol besutan NU, membuat saya tertarik pada inves

Polarisasi Pemilih NU di Pilpres 2024

Gambar
  Perhatikan ya, saya percaya hukum alam “menanam angin, akan menuai badai”. Tolong berhati-hati. Ini bisa terjadi di fenomena polarisasi politik apalagi akan dicampuri dengan pertengkaran politis. Mana yang memang elit politik atau arus bawah? Atau politik yang memainkan narasi untuk mengacaukan persepsi arus bawah dan permainan  money politic jelas ini cukup berbahaya . Apalagi struktur sosial kita cukup mudah reaktif jika berurusan dengan SARA. Sedikit ilustrasi pembuka, bahwa saat sekelompok rakyat berbunyi dan mulai berbisik-bisik membicarakan masalah dan serangan ke rivalnya, kita harus waspada dan belajar mendengar. Basis data harus dikuatkan, karena wawasan yang benar akan menuntun kita pada tindakan yang benar.  Qobla a’malus shohih fahuwa al-ilmu shohih.  I ni penting untuk jaga-jaga situasi NU.  Sebagai pengingat bagi negara kita tentang pentingnya mitigasi SARA, bahwa  sekelas Amerika Serikat saja kebas juga akhirnya dengan isu SARA politik Trump.  Studi Haggard dan Kaufma

Black Campaign, Mitigasi Panggung Kebencian 2024

Gambar
  Betul. Balas dendam hanya menutup banyak pintu dan menghasilkan kepuasan semu. Balas dendam terbaik adalah menjadikan dirimu lebih baik dibandingkan musuh-musuhmu dan mampu membuktikan lebih unggul dalam segala hal. Drama-drama kehidupan hanyalah serbuk micin dalam racikan masakan pagi hari. Ubah dendam dengan kompetisi, karena kebencian kemarahan dan ambisi tidak mungkin kita bawa itu semua di akhirat saat kematian. Na’udzubillah min dalik. Manusia wajar marah, namun harus tetap cerdas dan cermat membawa diri. Sesuai judul tulisan saya kali ini tentang black campaign, cara memitigasi panggung kebencian tahun 2024 besok. Kita akan banyak dihadapkan pada satu situasi menjadi orang yang leading dalam kampanye karena tingginya penguasaan persoalan lapangan, data, dan fakta. Akan banyak pemandangan di sekitar kita memilih jalur gampang dan diasumsikan “boleh ngawur”. Perhatikan, panggung politik yang waras bisa saja berubah menjadi panggung kebencian jika kampanye hitam atau black camp